Kian Redup, Pengusaha Gula Tumbu di Kudus Keluhkan soal Bahan Baku dan Pekerja

KUDUS, Lingkarjateng.id Desa Kandangmas di Kabupaten Kudus menjadi tempat sentra produksi gula tumbu tradisional. Namun seiring dengan perkembangan zaman, tingginya harga pupuk dan sulitnya mencari pekerja membuat banyak pelaku usaha gula tumbu yang gulung tikar. Saat ini, hanya ada tiga dukuh yang masih bertahan memproduksi gula tumbu, yakni Dukuh Sekandang, Masin, dan Sintru.

Maskuri salah satu pemilik usaha gula tumbu asal Desa Kandangmas, Kabupaten Kudus mengaku selain kesulitan mencari karyawan, harga tebu sebagai bahan baku utama juga semakin mahal.

“Sudah menjadi ikon desa, beberapa pelaku usaha gula tumbu memilih bertahan. Dengan untung rugi yang ditanggung, keputusan itu bukan tanpa alasan. Selain untuk mempertahankan produk lokal, modal yang besar juga diperhitungkan jika ingin berhenti memproduksi gula tumbu,” kata Maskuri saat ditemui di Kudus, pada Minggu, 13 Agustus 2023.

Ia menyebut, satu unit usaha gula tumbu membutuhkan modal minimal Rp 100 juta hingga Rp 150 juta dengan minimal 10 orang pekerja.

“Untuk bisa memproduksi gula tumbu setidaknya harus ada 6 orang di penebas tebu, 4 lainnya di gudang. Ini baru bisa. Kalau kurang dari itu sulit,” ujarnya.

Padahal, kata dia, karyawan baru yang ingin bekerja akan diberi uang cuma-cuma sebesar Rp 1 juta. Namun, peminatnya tetap sepi. Alasannya bekerja di usaha gula tumbu memang berat. Meskipun ia sudah mengurangi jam kerja menjadi setengah hari.

“Banyak hal saya dapatkan selama menjadi pengusaha gula tumbu. Di Kandangmas sendiri, saya yang paling lama bertahan sebab modalnya memang besar. Namanya dagang memang ada untung ruginya,” tutur pria yang telah menggeluti usaha gula tumbu selama 40 tahun ini.

Tak hanya itu, ia mengeluhkan harga pupuk untuk menanam tebu semakin mahal dan ditambah subsidi pupuk bagi petani semakin berkurang.

“Sekarang satu kuintal pupuk harganya Rp 600 ribu. Sementara satu tahun paling tidak butuh 20 ton lebih. Meskipun harga gula tumbu masih standar, tapi kalo diimbangi dari beli pupuk, tidak cukup,” imbuhnya.

Lebih lanjut, ia berharap, pemerintah menurunkan harga pupuk agar usaha gula tumbu dapat selalu bertahan.

“Istilahnya orang tani itu pupuk sulit ya harusnya dipermudah, sehingga bisa menyejahterakan para petani dan pelaku usaha gula tumbu, karena beberapa pelaku usaha gula tumbu memilih berhenti walaupun ada yang tetap bertahan,” tuturnya. (Lingkar Network | Ihza Fajar – Koran Lingkar)