TPA Tanjungrejo Hampir Overload, Ketua Dewan : Kudus Darurat Sampah

KUDUS, LINGKAR – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kudus Masan melakukan sidak ke sejumlah tempat pembuangan sampah (TPS) pada Rabu (24/4) pagi.

Diantaranya yakni di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Desa Prambatan Lor dan TPS Desa Kedungdowo, Kecamatan Kaliwungu.

Agenda sidak ini dilakukan lantaran kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjungrejo saat ini yang sudah mengkhawatirkan. Oleh karena itu, pihaknya meninjau sistem pengelolaan sampah yang ada di sejumlah TPS.

Setelah melihat langsung proses pengelolaan sampah di kedua TPS tersebut, Masan menilai harus ada kolaborasi penanganan sampah.

“Saya melihat beberapa TPS dan ini butuh kolaborasi terkait penanganan sampah. Karena jika tidak, maka Kudus akan darurat sampah,” kata Masan.

Dirinya pun akan melakukan peninjauan ke tempat pengelolaan sampah lainnya. Mulai dari SMK NU Ma’arif Kudus yang sudah mulai memproduksi alat pemilah sampah.

Kemudian TPS Desa Sidorekso, Kecamatan Kaliwungu yang sudah bisa memproses sampah plastik menjadi bahan bakar. Lalu meninjau pengelolaan sampah di Djarum yang sudah bisa memproses sampah organik menjadi pupuk.

“Setelah saya meninjau ke beberapa tempat pengelolaan sampah, rencananya mau saya jadikan satu agar bisa dijalankn secara terpadu,” ujarnya.

Ia menuturkan, penanganan sampah seharusnya bisa selesai di tingkat desa saja. Sehingga jumlah transfer sampah dari TPS ke TPA bisa berkurang secara signifikan.

“TPA tetap ada, tapi tidak terus semua sampah dibuang ke sana. Jadi sampah itu betul-betul bisa selesai di satu desa,” imbuhnya.

Menurutnya, persoalan sampah di Kabupaten Kudus saat ini sudah darurat. Apalagi, TPA Tanjungrejo diprediksi hanya bisa bertahan tiga tahun ke depan.

“Persoalan sampah saya kira bisa selesai asalkan ditangani secara fokus,” ujarnya.

Masan pun mengkritik kinerja Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kabupaten Kudus yang tidak bisa mengatasi permasalahan TPA Tanjungrejo yang sudah overload.

“Tahun kemarin kita berikan anggaran untuk perluasan lahan tapi tidak dijalankan. Sekarang justru minta ada tambahan alat untuk apa? Kan tidak bisa menangani sampah hanya dengan alat lalu sampah ditumpuk terus menerus dan menggunung begitu saja,” bebernya

Dirinya menegaskan, penambahan alat berat di TPA saat ini tidak darurat. Menurutnya, mengatasi masalah timbunan sampah di TPA bisa melalui perluasan lahan ataupun penggunaan teknologi.

Selain itu, dirinya juga menyarankan agar Dinas PKPLH Kabupaten Kudus bisa melakukan studi banding ke daerah lain. Termasuk melakukan kerjasama dengan perusahaan swasta untuk menangani permasalahan sampah melalui CSR.

“Nyatanya ada banyak daerah yang berhasil menangani sampah, itu kan bisa studi banding ke sana. Jadi menangani sampah tidak seperti itu saja,” sebutnya

Dewan Minta Ada Optimalisasi Teknologi Pengelolaan Sampah

Masan juga menyebut, sudah ada sejumlah teknologi pengelolaan sampah yang diterapkan di Kabupaten Kudus. Akan tetapi, menurut Masan, pemanfaatan teknologi pengolahan sampah di Kabupaten Kudus tersebut kurang optimal.

Hal ini terlihat dari kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjungrejo yang saat ini kian mengkhawatirkan. Oleh karena itu, Masan menilai, perlu ada kolaborasi teknologi pengolahan sampah di Kabupaten Kudus.

Pihaknya pun berencana membuat pilot project di sejumlah desa terkait optimalisasi teknologi pengolahan sampah. Tujuannya yakni supaya pengolahan sampah bisa benar-benar selesai di tingkat Tempat Pembunangan Sampah (TPS) maupun tingkat desa.

“Kami ingin menjadikan teknologi pengolahan sampah itu terpadu jadi satu. Fokusnya itu pemanfaatan teknologi, jadi tidak tradisional seperti sekarang. Kalau bisa, antar desa itu kerjasama, agar pengelolaan sampah ini bisa berjalan baik,” ucap Masan.

Diketahui, sejumlah TPS di desa sudah memanfaatkan teknologi pengolahan sampah. Contohnya seperti pemanfaatan alat pemilah sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Desa Prambatan Lor, Kecamatan Kaliwungu.

“Ini alatnya kan beli di SMK NU Ma’arif Kudus, harganya sebenarnya juga murah sekitar Rp 215 juta. Makanya kami ingin buat pilot project seperti ini tapi nanti bisa ditambah alat lain agar sampahnya bisa diolah, mungkin bisa bernilai ekonomi atau dibuat hal lain seperti jadi bahan bakar seperti di TPS Sidorekso,” jelasnya.

Masan membeberkan, pilot project untuk mengoptimalkan teknologi sampah di tingkat desa ini nantinya bisa memanfaatkan dana APBDes maupun APBD Kabupaten dan bantuan CSR.

“Kami melihatnya dalam satu desa mungkin tidak habisa sampai Rp 1 miliar untuk pengoptimalan teknologi pengolah sampah ini. Insyaa Allah akan bisa kita jalankan,” tuturnya.

Dengan adanya pengoptimalan teknologi di TPS dan desa, diharapkan jumlah sampah yang dikirim ke TPA bisa diminimalisir.

Lebih lanjut, teknologi pengolahan samph juga diharapkan bisa dioptimalkan di TPA Tanjungrejo. Sehingga, pengolahan sampah tidak hanya ditimbun saja.

“Teknologi juga perlu masuk TPA, jangan hanya perluasan lahan saja. Kalau teknologi tidak dimasukkan, ya nanti selamanya akan jadi gunungan sampah terus,” tegasnya. (NISA HAFIZHOTUS SYARIFA/LINGKAR)