Penyebab Gizi Buruk pada Anak, DKK Kudus Sebut karena Pola Asuh Salah dan Anemia

KUDUS, Lingkarjateng.id – Sebagian besar kasus gizi buruk terjadi karena disebabkan oleh pola asuh yang kurang tepat. Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat DKK Kudus Nuryanto. Selain pola asuh yang salah, ia juga mengungkapkan bahwa ibu yang mengalami anemia saat sedang hamil, juga bisa menyebabkan bayi mempunyai gizi yang buruk.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus mulai Januari hingga awal Oktober 2023, masih ada 228 balita atau anak di bawah usia lima tahun yang mengalami gizi buruk.

Nuryanto mengatakan bahwa, pola asuh yang kurang tepat juga dipengaruhi karena banyaknya ibu yang juga harus bekerja. Sehingga anaknya harus dititipkan kepada pengasuh. Sedangkan, kata dia, selama diasuh itu, pola makanan anak tidak terkontrol dengan baik. Terlebih kata dia, pengasuhnya tidak hanya sedang mengasuh satu atau dua anak saja.

“Jadi kasarnya itu, tidak terlalu terurus untuk makanan bergizinya,” kata Nuryanto.

Rata-rata, kata Nuryanto, orang tua cenderung menyerahkan seluruh kebutuhan makan anak kepada pengasuhnya.

“Hanya diberikan uang, terserah nanti dibelikan apa. Jadi tidak membekali dengan asupan makanan yang bergizi,” ujarnya.

Ia berharap orang tua harus paham bahwa penting sekali untuk memperhatikan kebutuhan gizi pada anak.

“Ini yang harusnya dipahami bahwa kebutuhan gizi anak juga perlu diperhatikan,” jelasnya.

Selain dipengaruhi pola asuh, kata Nuryanto, bayi gizi buruk juga bisa disebabkan karena kondisi ibu yang mengalami anemia. Sehingga, berpengaruh terhadap bayi saat masih di dalam kandungan. Terlebih, tidak diimbangi dengan asupan makanan yang bergizi serta aktivitas olahraga yang cukup.

“Karena kebanyakan ‘kan pada bekerja. Bekerja di pabrik saja berangkat jam lima pagi. Yang masih punya anak kecil juga, anak itu jadinya ‘kan tidak bisa terurus, beda dengan kalau diasuh orang tuanya sendiri,” imbuhnya.

Nuryanto menyebut, jumlah kasus gizi buruk yang terjadi saat ini, cenderung sama dengan yang terjadi di tahun sebelumnya. Ini disebabkan oleh siklus sembuh-kambuh yang terjadi pada anak yang sama.

“Jadi anak itu mengalami gizi buruk, sudah ditangani dan sembuh. Terus kembali ke pola asuh orang tua yang semula, jadinya kambuh lagi mengalami gizi buruk lagi. Sebagian besar itu seperti itu,” tuturnya. (Lingkar Network | Nisa Hafizhotus Syarifa – Koran Lingkar)